http://jurnal.bl.ac.id/wp-content/uploads/2007/04/blcom-02-vol2-no2-april2007.pdf
1
POTENSI MEDIA CETAK LEMBAGA KOMUNITAS
SEBAGAI PENYEBARLUASAN INFORMASI PUBLIK
Oleh : Drs. Guntoro, Msi
Abstrack
Institute community expand in society in line with existence of liberty of the press to
execute social activity at its community well as executing media, one of them media
print. Media print community institute can be used for the spreading of public
information. For that done by research to some community institute publishing media
print. Result of research show, media print community institute there which is have
potency as dissemination of public information, because its many, its for like
newspaper, regilar rising and its management professional.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebebasan memperoleh informasi publik merupakan hak azasi manusia dan salah
satu elemen penting dalam sebuah Negara demokrasi untuk mewujudkan good
governance yang harus dilaksanakan dengan memperhatikan latar belakang politik,
ekonomi, sosial dan budaya dan pertahanan keamanan Negara tersebut. Oleh
karena itu maka pelaksanaan penyebarluasan informasi publik dapat dilaksanakan
oleh lembaga-lembaga yang ada dimasyarakat termasuk lembaga Media Komunitas.
Di Indonesia di era reformasi sebenarnya sudah mempunyai landasan yuridis bagi
dilaksanakannya kebebasan memperoleh informasi publik, yaitu Pasal 28F
Perubahan Kedua UUD 1945 dan beberapa UU yang menjamin hak masyarakat
untuk memperoleh informasi publik.
Informasi Publik adalah informasi yang menyangkut penyelenggaraan Negara dan
atau aktivitas pelayanan publik. Informasi publik (yang dibutuhkan oleh masyarakat)
umumnya mencakup tiga kategori;
1. Informasi yang terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari; seperti; pemenuhan
pelayanan publik seperti air, listrik, transportasi, komunikasi, pendidikan,
kesehatan, pekerjaan dan lain-lain.
2. Informasi yang terkait dengan pelayanan administrasi; seperti; pengurusan akte
kelahiran, kartu keluarga, KTP, paspor dan lain-lain.
3. Informasi yang terkait dengan partisipasi sosial dan politik; seperti; pemilu,
kebijakan ekonomi dan lain-lain.
Sebagai konsekuensi dari luasnya pendefinisian keterbukaan mencakup pihak-pihak
yang menguasai informasi-informasi publik, yaitu lembaga-lembaga penyelenggara
Negara dan atau penyelenggara fungsi pelayanan publik sebagai berikut:
2
1. Badan-badan penyelenggara Negara eksekutif, legislative dan judikatif baik di
tingkat pusat maupun daerah dan badan lain yang berfungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan;
2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) dan badan-badan penyelenggaraan Negara lain
yang memperoleh pendanaan dari anggaran Negara (baik dari APBN maupun
APBD);
3. Organisasi non pemerintah, institusi pendidikan, institusi penelitian, badan usaha
swasta dan badan-badan hukum lainnya yang menjalankan kegiatan berdasarkan
perjanjian pemberian pekerjaan atau pemberian konsesi dari badan-badan
penyelenggara Negara;
4. Badan-badan yang menjalankan fungsi pelayanan publik, baik badan usaha
swasta, institusi pendidikan maupun organisasi pemerintah;
Mekanisme pengelolaan dan layanan informasi publik ini sangat penting mengingat
dalam praktek saat ini, begitu banyak tantangan dan kendala yang dihadapi, antara
lain berkaitan dengan lemahnya budaya pendokumentasian, system manajemen
informasi, budaya memanfaatkan informasi, dan penyebarluasan informasi publik.
Upaya peningkatan kualitas layanan informasi tersebut sekurang-kurangnya
mencakup:
¾ Pelaporan yang memungkinkan publik mengetahui kinerja layanan informasi
suatu badan publik;
¾ Pengawasan yang bersifat obyektif dan memungkinkan adanya uji silang (cross
check) terhadap kebenaran pelaporan kinerja oleh badan publik;
¾ Evaluasi yang bersifat obyektif terhadap kinerja pelayanan informasi dengan
memperhatikan ketersediaan sumber daya yang tersedia di badan publik terkait;
¾ Umpan balik yang efektif dan memungkinkan badan publik terkait untuk
melakukan perbaikan kinerja layanan informasi;
¾ Upaya perbaikan kinerja layanan informasi berdasarkan pada hasil evaluasi dan
umpan balik.
Dalam era reformasi dan kebebasan menyampaikan informasi, persaingan lembaga
komunikasi menjadi semakin ketat.
Banyak elemen sosial bersaing memperebutkan perhatian publik. Informasi
membanjir dari berbagi arah, berbagai media, berbagai kelompok masyarakat,
berbagai kekuatan politik, berbagai instansi bisnis, maupun instansi pemerintah.
Informasi menjadi beragam dan begitu banyak, sehingga informasi publik seperti
tenggelam diantara berbagai informasi yang membanjir.
Sekarang informasi ada diman-mana, hampir semuanya menarik bahkan juga penting
dan berguna.
Kondisi kompetisi tinggi demikian mendorong lembaga media massa menjadi
semakin selektif dalam menyajikan isinya.
Mereka hanya menyajikan isi yang dinilai dapat menarik perhatian publik. Informasi
hasil pembangunan, informasi dari pemerintah, informasi kebijakan publik menjadi hal
3
yang kurang mendapat tempat di media massa. Informasi publik baru menarik jika di
dalamnya terkandung konflik, atau persoalan kontroversi lainnya.
Di sisi lain masyarakat juga membutuhkan informasi publik yang berkaitan dengan
hajat hidupnya. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah mendorong munculnya
berbagai tuntutan publik atas desakan demokratisasi di berbagai sector, termasuk
tumbuhnya media komunitas baik cetak maupun elektronik karena keterbukaan
informasi dan komunikasi.
Pada kondisi seperti ini peran media cetak komunitas sebagai penyebarluasan
informasi publik menjadi persoalan yang tidak mudah. Media cetak komunitas
dianggap extrims, karena tidak mau peduli terhadap urusan Negara, terutama dalam
sosialisasi informasi publik namun lebih menekankan pada kepentingan
komunitasnya.
Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian potensi media cetak lembagan
komunitas sebagai penyebarluasan informasi publik. Diharapkan kegiatan studi ini
dapat memperoleh gambaran tentang potensi dan peranan media cetak lembaga
komunitas dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi kearah
domokratisasi.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah penelitiab sebagai
berikut: Bagaimana potensi media cetak llmbagakomuitas sebagai penyebarluas
Informasi Publik.
C. Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya Studi ini adalah:
1. Penyusunan parameter-parameter utama tentang potensi lembaga komunitas
dalam mengelola media cetak
2. Pengumpulan data lembaga media cetak komunitas yang berpotensi untuk
penyebarluasan informasi publik;
3. Mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pelayanan informasi oleh lembaga
media cetak komunitas.
4. Rekomendasi pembuatan rujukan kesiapan media cetak komunitas sebagai
penyebarluasan informasi publik;
Kegunaan hasil studi ini adalah sebagai acuan bagi unit-unit informasi dalam
melakukan pelancaran arus informasi publik menggunakan lembaga media cetak
komunitas, sekaligus sebagai suatu rujukan bagi badan-badan publik untuk
mensosialisasikan kebijakan publik yang dikeluarkan.
II. KERANGKA KONSEPTUAL
Komunitas adalah kumpulan orang-orang, kelompok atau golongan yang bertempat
tinggal atau beraktifitas dalam sebuah lokasi atau untuk keperluan dan kepentingan
tertentu.
4
Media komunitas adalah suatu media (TV, Radio, Surat Kabar, Majalah, Tabloid) yang
konsentrasi penyiaran/penyebaran pada suatu lokasi atau wilayah tertentu seperti kota
kecamatan, kota kabupaten, kota propinsi atau kepulauan tertentu khususnya pada
komunitas terpilih.
Media cetak komunitas adalah media yang dimiliki oleh kelompok atau perorangan
dengan oplah relative kecil yang disebarkan secara terkonsentrasi pada sebuah lokasi
tertentu seperti kota propinsi, kota kabupaten, kota kecamatan atau mengembangkan
dan pemberdayaan sebuah komunitas tertentu.
System komunitas di Indonesia yang menyangkut masyarakat mengenai prinsip-prinsip
utama sebagai berikut ;
9 Berhak memperoleh akses terhadap media komunikasi (Right to Communicate).
9 Organisasi dan isi media komunikasi tidak perlu tunduk pada pengendalian
birokrasi.
9 Organisasi-organisasi, kelompok-kelompok dan komunitas local dapat memiliki
media komunikasi sendiri.
9 Eksistensi media ditujukan untuk kepentingan khalayak.
9 Bentuk-bentuk media komunikasi berskala kecil, interaktif dan partisipatif, satu
arah dan professional tidak seperti media komunikasi berskala besar.
9 Kebutuhan sosial tertentu yang terkait dengan media komunikasi tidak cukup
dikemukakan melalui tuntutan konsumen secara individual ataupun melalui
Negara dan berbagai sarana utama kelembagaan.
9 Komunikasi terlalu penting hanya diserahkan kepada professional saja. (Denis
MC. Quail)
Karakteristik media komunikasi yang diselenggarakan lembaga komunitas ;
♦ Independent
♦ Tidak komersial
♦ Daya jangkau terbatas
♦ Daya pancar rendah
♦ Melayani kepentingan komunitasnya.
Berdasarkan UU Penyiaran No. 32/2002, radio komunitas untuk menjaga integrasi
nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya OTDA.
Konteks komunitas menurut (Garna, 1999) lokalitas dan rasa identitas yang sama.
Media komunitas mempunyai unsur-unsur sebagai berikut ;
Kepemilikan : Warga komunitas
Tujuan : Memberi informasi, pendidikan dan
bimbingan
Sasaran : Komunitas tertentu secara terbatas
Isi/konten : Informasi yang terpilih sesuai kondisi dan
5
kepentingan komunitas.
Isi dirancang oleh lembaga media bersama anggota
komunitas.
Karakteristik
operasional : Distribusi terbatas
Bersifat Interaktif
Feedback cenderung langsung
System lebih sederhana dan murah
Sasaran bisa jadi nara sumber
Pengawasan &
Tanggungjawab: anggota komunitas dan perwakilan
yang ditunjuk oleh komunitas
Efek dan dampak media komunitas terhadap perubahan sosial yaitu berupa perubahan
sosial seperti kemajuan (Progress), pembangunan (Development), modernisasi
(Moderenization), pertumbuhan (growth). (Roger, 1978).
Secara konseptual perubahan sosial bisa bersifat fisik seperti pengadaan sarana
pendidikan, pengadaan sarana bisnis dll, tetapi dapat juga bersifat non fisik seperti
perubahan ideologi, nilai-nilai, norma-norma, system politik, system hukum, system
informasi dsb.
Dalam Teori normatif, peranan dan tanggung jawab media sebagaimana dikemukakan
oleh Schramm dkk, dikategorikan dalam empat kategori yaitu pers liberal, pers system
tanggung jawab sosial, pers system otoritarian dan pers komunis.
Ke empat system tersebut dibedakan berdasarkan subjek kepentingan media tersebut.
Jika pers liberal untuk kepentingan individu terutama individu pemilik modal, pers
system tanggung jawab disamping untuk kepentingan individu, dituntut adanya
tanggung jawab sosial kepada masyarakat, sedangkan pers otoriter dikendalikan dan
mengabdi untuk kepentingan penguasa. Pers komunis merupakan pers alat kekuasaan
partai (komunis).
Pers di Indonesia kini ada disimpang jalan antara pers liberal dan pers tanggung jawab
sosial. Tarik menarik antara kepentingan penguasa atau pemilik modal dengan tuntutan
masyarakat dengan menonjolkan tanggung jawab sosialnya.
Dari aspek legal, pers memiliki tanggung jawab sosial sebagimana tercermin dalam
pasal-pasal fungsi pers dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang pers.namun dalam
praktek pers harus berhadapan dengan tatanan bisnis dan industri yang kemungkinan
implementasi dalam menjalankan fungsi membias.
System control media pada system pers liberal lebih kepada kontrol market (free
market place for ideas) dan melalui pengadilan dimana diharapkan kebenaran
ditemukan melalui interaksi hukum pasar dan proses pengadilan.
Dengan system ini maka peranan media akan sesuai dengan kehendak pasar.
6
System control pada pers tanggung jawab, membuka peluang kepada pendapat
masyarakat dan tindakan konsumen untuk mengontrol media dan adanya tuntutan yang
kuat untuk menegakkan etika professional.
Banyak teori yang menjelaskan simbol dan berkembangnya lembaga masyarakat, dan
salah satu teori yang menjelaskan ini, ialah teori strukturalisasi sebagaimana
dikemukakan oleh Gidden (dalam Littlejohn, 1996;315). Ia menjelaskan bagaimana
halnya struktur sosial lain, organisasi dibentuk melalui aksi dan interaksi antar individu.
Gidden menekankan pada peranan timbal balik dimensi struktur dan tindakan. Struktur
sebagai sumber daya organisasi yaitu normal, aturan yang mengarahkan tindakan yang
tidak terbatas untuk mencapai tujuan individu dan organisasi tetapi juga untuk
membangun system organisasi itu sendiri.
Dalam konter media komunitas sebagai lembaga masyarakat, perkembangannya akan
tergantung pada peranan timbal balik antara struktur dan tindakan. Aturan dan norma
dalam kelompok menjadi basis tuntutan untuk mengembangkan media komunitas dan
interaksinya melalui penyampaian pesan kepada masyarakat, mampu mempengaruhi
individu-individu untuk berperilaku positif.
Implikasinya dalam konteks studi potensi media cetak lembaga komunitas akan digali
peranan norma dan aturan dalam penyajian isi media dan peranan individu anggota
masyarakat dalam aktifitas media komunitas.
Peranan struktur dan tindakan dalam pengelolaan media cetak lembaga komunitas
dalam konteks managerial organisasi media akan tercermin dalam sumber daya
manajemen media komunitas ialah manusia, dana, materi pesan yaitu bahan-bahan
informasi yang disajikan, peralatan operasional dan metode yang digunakan, dimensi
lain dari pengelolaan media komunitas yaitu fungsi manajemen mulai dari perencanaan,
tindakan/operasional, pengendalian dan pengawasan.
Masing-masing fungsi tersebut diimplementasikan dalam kegiatan penyebarluasan
informasi kepada masyarakat oleh media cetak lembaga komunitas. Disamping itu juga
tanggapan masyarakat yang menjadi khalayak sasaran media komunitas dalam
menjalankan peranannya.
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian
kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenai pengelolaan
media cetak oleh sumberdaya manusia lembaga komunitas. Sedang penelitian
kuantitatif untuk mendapatkan data dari khalayak pembaca media cetak lembaga
komunitas
B. Bahan Penelitian dan Unit Analisis
Bahan penelitian terdiri dari pengelola media cetak lembaga komunitas dan para
pembaca media cetak lembaga komunitas. Sedang unit analisisnya adalah
informasi dari para pengelola media cetak lembaga komunitas menyangkut SDM,
pendanaan, materi pesan, peralatan, oplah dan pendistribusian media cetak.
Sedang dari pembaca adalah jawaban dari daftar pertanyan yang diajukan.
C. Populasi dan Sampel
7
Populasi penelitian adalah semua lembaga komunitas yang mengelola media cetak
di Jakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, Medan, Pontianak dan Palangkaraya.
Sedang pembaca media cetak lembaga komunitas adalah semua yang
berlangganan media tersebut.
Sampel ditetapkan secara proposif untuk lembaga komunitas pengelola media
cetak ditiap lokasi penelitian 3 lembaga komunitas, sedang pembacanya tiap lokasi
100 responden secara kuota.
D. Teknik pengumpulan Data
Untuk pengelola media cetak lembaga komunitas dilakukan wawancara mendalam
dengan Key Informan dan Informan. Untuk pembaca media cetak lembaga
komunitas menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada responden yang telah
ditetapkan.
E. Teknis Analisis Data
Informasi dari Key Informan dan Informan dianalisis untuk mengetahui potensi
media cetak lembaga komunitas sebagai penyebarluas informasi publik.
Jawaban dari pembaca media cetak lembaga komunitas dimasukan dalam tabel
tunggal dan dialisis untuk mengetahui tanggapan khalayak pembaca media cetak
lembaga komunitas.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengelola Media Komunitas
1. Kelembagaan
Dalam kerangka konseptual disebutkan media cetak komunitas adalah media
cetak yang diterbitkan oleh kelompok/perorangan dengan oplah relatif terbatas
dan disebarkan secara terkonsentrasi kepada sebuah lokasi/wilayah dalam
provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/ pedesaan untuk kelompok tertentu guna
pengembangan dan pemberdayaan sebuah komunitas tertentu.
Dengan demikian tujuan utama diterbitkan media cetak oleh suatu
kelompok/perorangan adalah untuk menjangkau khalayaknya yang berupa
komunitas dari kelompok tersebut yang tersebar di suatu lokasi bisa
pedesaan/kecamatan/kabupaten/provinsi/kepulauan tertentu.
Hasil pengumpulan data di lapangan terhadap pengelola media komunitas
menunjukkan, lembaga komunitas yang menerbitkan media cetak untuk
menjangkau khalayaknya menggunakan bentuk bulletin, suratkabar, tabloid, dan
majalah. Sedang periode terbitnya ada yang mingguan, dan ada yang sebulan
sekali.
Lembaga pengelola media komunitas ada yang berbentuk yayasan seperti
Yayasan Minang Pos di Medan, Yayasan Pendidikan Intensif Agama Islam di
Medan, Yayasan Pondok Pesantren Nurul Hakim di Mataram, juga terdapat
lembaga seperti Lembaga Konsursium Bali Setaman di Denpasar, Lembaga Pers
Mahasiswa Unram di Mataram, di samping itu ada yang berbentuk PT Karya Pak
Oles Center di Denpasar dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) di
Palangkaraya dan Institut Dayakologi di Pontianak.
8
Dari berbagai bentuk pengelola media komunitas tersebut, ternyata ada pengelola
yang telah berbadan hukum seperti PT Karya Pak Oles Center, Lembaga Pers
Mahasiswa, dan Yayasan Pon-Pes Nurul Hakim.
Sedang lembaga media komunitas yang dikelola oleh perguruan tinggi seperti
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri di Palangkaraya telah memiliki Nomor ISSN
:1412-4742 sehingga tidak perlu berbadan hukum karena di bawah naungan
Kampus STAIN. Namun demikian, ada lembaga pengelola media komunitas yang
belum berbadan hukum karena lembaga tersebut tumbuh dari jaringan atau forum
yang ada di masyarakat.
Lembaga pengelola media komunitas yang ada kebanyakan telah memiliki visi
dan misi sendiri, sehingga dapat dikategorikan pengelolanya telah menerapkan
prinsip-prinsip managemen modern. Visi dan misi dari lembaga komunitas antara
lain sebagai berikut :
1. Lembaga Kelompok Kerja Bali Setaman visi dan misinya adalah, informasi
sebagai sebuah kenyataan dan secara terus menerus mengkritisi
pelaksanaan pembangunan sehingga tidak pada tataran wacana.
2. PT Karya Pak Oles Center visinya mengembangkan teknologi EM,
mendapatkan keuntungan, memberikan kesejahteraan, menciptakan
lapangan kerja. Misinya melihat peluang, berani mengambil peluang,
menciptakan peluang, keberanian menciptakan kesuksesan, kegagalan
menciptakan kesuksesan.
3. Lembaga Info Delta Sari mempunyai visi dan misi ingin mengangkat warga
Delta Sari yang potensial punya kehidupan dalam dunia usaha.
4. Lembaga Pers Mahasiswa mempunyai visi mewujudkan idealisme
mahasiswa melalui pers, dan misinya menjunjung tinggi Tri Darma
perguruan tinggi.
5. Yayasan Pondok Pesantren Nurul Hakim mempunyai visi menjadi wadah
kreatifitas para santri, sebagai ruang informasi publik, sebagai media
silaturahmi pada alumni pesantren. Sedang misinya adalah mewujudkan
jurnalis yang Islami, mencetak generasi tulis yang handal, mendidik para
santri untuk kreatif menulis dan sebagai informasi pesantren.
6. Institut Dayakologi mempunyai visi pemberdayaan masyarakat dayak dan
kemandirian di berbagai bidang. Sedang misinya mengenai kelestarian
budaya Dayak.
Lembaga pengelola media komunitas yang diwawancarai telah punya jaringan
kerja dengan lembaga lain, tetapi belum ada yang pernah berhubungan dengan
Lembaga Informasi Nasional.
2. Sumber Daya
Dana yang dipergunakan untuk mengelola media komunitas cetak bervariasi
setiap kali terbit mulai dari Rp.1.000.000 sampai Rp. 112.000.000. Dana
tersebut diperoleh dari anggota komunitas yang mampu menjadi donatur, dari
lembaga-lembaga lain yang tergabung dalam jaringan, atau dari organisasi induk
sebagai donatur.
9
Bantuan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak ada, tetapi bisa
menerima pemasangan iklan sebagai pemasukan dana.
Sarana dan prasarana yang dimiliki lembaga media komunitas umumnya cukup
memadai mulai dari kantor, sarana perkantoran dan sarana teknologi komunikasi
seperti komputer dan jaringan internet. Mengenai mesin cetak kebanyakan
lembaga media komunitas tidak memiliki sendiri, tetapi mencetak di perusahan
percetakan yang ada di daerah itu.
Tenaga kerja yang ada di lembaga pengelola media komunitas jumlahnya dinilai
belum cukup, tetapi pendidikan dan pengalaman karyawan yang ada dinilai cukup
memadai untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan media
komunitas.
Mengenai pendidikan jurnalistik dikatakan oleh pengelola media komunitas
walaupun para karyawan telah mendapat pengetahuan tentang jurnalistik tetapi
dinilai belum cukup, harus ditambah dengan berbagai pengetahuan jurnalistik
yang baru terutama bagi staf redaksi.
Dalam mengatasi hambatan pengelolaan media komunitas yang menyangkut
sumber dana dilakukan dengan mencari donatur di luar lembaga baik kepada
yayasan maupun kepada perorangan yang mampu dan mau memberikan
bantuan dana untuk operasional media komunitas. Sedang hambatan sumber
daya manusia yang meliputi jumlah dan kualitas di atasi dengan menambah
tenaga baru yang sesuai dengan bidang tugasnya, sedang kualitas tenaga di
atasi dengan mengadakan pelatihan jurnalistik, atau mengirimkan ketempat-
tempat pelatihan jurnalistik dan mengikuti seminar atau forum tentang media
cetak.
3. Penyebaran Informasi
Media cetak yang diterbitkan oleh lembaga, yayasan dan PT sebagai pengelola
lembaga komunitas jumlahnya memang terbatas, disesuaikan dengan
sasarannya. Tetapi jenis media cetak yang diproduksi tidak hanya satu macam.
Sebagai contoh lembaga komunitas yang menerbitkan lebih dari satu bentuk
penerbitan adalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palangkaraya,
Kalimantan Tengah yang menerbitkan 1. Majalah Hummah, 2. Bulletin Hummah
serta 3. Bulletin Hukum Islam Al Bayan.
Aktifitas penyebaran informasi melalui media cetak bagi setiap lembaga media
komunitas berbeda-beda tergantung dari semangat pengelolanya. Bagi lembaga
media komunitas yang semangatnya tinggi informasi yang disebarkan tidak hanya
yang berkaitan dengan kepentingan lembaga komunitas sendiri tetapi juga
kepentingan khalayaknya terhadap informasi yang diperlukan.
Informasi yang disajikan oleh media komunitas mencakup topik politik, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian media komunitas
cetak telah membantu pemerintah dalam penyebaran informasi publik kepada
masyarakat menyangkut bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan serta
sosial budaya.
Penyebaran media cetak ke khalayak sasaran ternyata tidak hanya dalam kota
tempat lembaga komunitas tersebut berdomisili. Tetapi ada beberapa lembaga,
yayasan dan PT yang penyebaran media cetaknya ke luar daerah, ke kota-kota
10
lain bahkan kota-kota antar pulau untuk mencapai anggota kelompok komunitas
tersebut.
Bahan-bahan informasi yang disajikan dalam media cetak diperoleh dari berbagai
sumber yang terpercaya seperti, internet, tokoh masyarakat, politikus, dosen dan
lain-lain. Dengan demikian sumber yang dipergunakan sebagai rujukan untuk
mengisi media cetak berasal dari nara sumber yang kapabel di bidangnya,
sehingga isi media cetak yang diterbitkan oleh lembaga media komunitas cukup
berbobot. Secara umum pengelola lembaga komunitas mengatakan belum
pernah mendapatkan bahan-bahan informasi dari Departemen Komunikasi dan
Informasi tetapi memperoleh dari Pemda, Departemen Agama, Departemen
Pendidikan dan KPU.
Agar penyajian isi media cetak yang diterbitkan menarik, maka lembaga media
komunitas mengkemas informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dengan
konsep kearifan budaya lokal. Artinya isi disajikan sesuai dengan tingkat
pengetahuan dan daya tarik khalayak sasaran media komunitas. Redaksi
berusaha menyajikan konten yang sesusai dengan keinginan pembacanya yang
terikat pada suatu komunitas tertentu.
Dalam proses pengkemasan konten dari media cetak dilakukan standarisasi isi
yang difokuskan melalui rapat redaksi. Jadi telah ditempuh cara-cara pengelolaan
media yang profesional. Karena dalam mengambil keputusan suatu produksi isi
media dipecahkan melalui mekanisme demokrasi yaitu dalam rapat redaksi.
Sehingga segala hal yang berhubungan dengan dampak suatu isi media
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan melalui rapat redaksi.
B. Tanggapan Khalayak Pembaca
Dari respoonden ppembaca media cetak lembga komuitas dapat diperoleh data
sebagi berikut:
Tabel 1
Bentuk Media Cetak Lembaga Komunitas yang Digunakan
n: 600
Bentuk Media F %
Tidak menjawab 14 2.30
Suratkabar 282 63.70
Majalah 64 10.70
Tabloid 32 5.30
Bulletin 65 10.80
Semuanya 43 7.20
11
Jumlah 600 100.00
Media komunitas cetak yang paling banyak digunakan oleh responden
adalah jenis surat kabar (63.70%). Sedang bentuk majalah dan bulletin
hampir sama besarnya (10.70%). Hal ini menunjukkan lembaga
komunitas dalam memproduksi media cetak yang utama dalam bentuk
suratkabar, karena bentuk ini di samping isinya lebih banyak, juga
prosesnya relatif lebih cepat karena dari percetakan langsung bisa
diedarkan ke khalayaknya.
Tabel 2
Media Cetak Kabupaten yang Dibaca
n: 600
Media Cetak Kab. F %
Tidak menjawab 6 1.00
Menyebut nama media
daerah
594 99.00
Jumlah 600 100.00
Responden yang menggunakan media cetak dapat menyebutkan nama
media dan penerbitannya secara benar. Hal ini menandakan hubungan
masyarakat pengguna media cetak dengan lembaga komunitas yang
menerbitkan media cetak tidak hanya sebatas interaksi simbolik tetapi
sudah menjadi hubungan dalam kelompok yang lebih mendalam karena
terikat dalam komunitas tertentu.
Tabel 3
Periode Terbit Media Cetak
n: 600
Periode Terbit F %
Tidak menjawab 6 1.00
Harian 132 22.00
Mingguan 53 8.80
Dwi mingguan 193 32.20
Bulanan 216 36.00
Jumlah 600 100.00
12
Media komunitas cetak yang banyak dibaca responden adalah media
yang periode terbitnya bulanan (36.00%) dan dwi mingguan (32.20%).
Hal ini menunjukkan lembaga media komunitas dalam menerbitkan
media cetak lebih banyak yang periode terbitnya agak longgar yaitu tiap
bulan sekali dan tiap dua minggu sekali.
Tabel 4
Cara Memperoleh Media Cetak
n: 600
Cara Memperoleh F %
Tidak menjawab 2 0.30
Beli eceran 136 22.70
Berlangganan 132 22.00
Pinjam dari teman 66 11.00
Pinjam dari kantor 16 2.70
Secara gratis 248 41.30
Jumlah 600 100.00
Responden dalam mendapatkan media komunitas cetak paling banyak
adalah secara gratis (41.30%), karena memang kebanyakan media cetak
yang diterbitkan oleh lembaga komunitas itu diberikan kepada khalayak
sasarannya secara gratis sesuai dengan tujuan dari komunitas itu
dibentuk. Namun demikian ada pula responden yang secara
mendapatkan media cetak tersebut dengan beli eceran (22.70%) dan
berlangganan (20.00%).
Tabel 5
Keteraturan Baca Media Cetak
n: 600
Keteraturan Baca F %
Tidak menjawab 2 0.30
Selalu membaca 317 52.80
Kadang-kadang 276 46.00
Tidak baca 5 0.80
Jumlah 600 100.00
13
Responden dalam membaca media komunitas cetak ternyata bagian
terbesar (52.80%) selalu membaca media cetak tersebut. Responden
yang kadang-kadang membaca jumlahnya cukup besar pula (46.00%).
Hal ini menunjukkan media komunitas mendapat perhatian yang cukup
besar dari khalayaknya terutama yang ingin mengetahui perkembangan
komunitasnya.
Tabel 6
Kebiasaan Baca Isi Media Cetak
n: 600
Kebiasaan Baca F %
Seluruh isi 326 54.30
Pilih informasi yang
menarik
259 43.20
Hanya satu informasi 15 2.50
Jumlah 600 100.00
Responden yang membaca media komunirtas cetak ternyata bagian
terbesar adalah biasa membaca seluruh isi media cetak (54.30%),
sedang yang biasa memilih informasi yang menarik saja sebesar
(43.20%). Hal ini menunjukkan media komunitas cetak yang sampai ke
tangan pembacanya lebih dari 50% dibaca semua isinya. Artinya semua
yang disajikan dalam media cetak mendapat perhatian dari khalayaknya.
Tabel 7
Bidang media cetak yang Dibaca
n: 600
Bidang isi F %
Tidak menjawab 1 0.20
Politik 35 5.80
Ekonomi 36 6.00
14
Sosial budaya 118 19.70
Semuanya
(ekspolesosbud)
410 68.30
Jumlah 600 100.00
Dalam membaca isi media cetak dari lembaga komunitas ternyata
responden hampir dua pertiga membaca semua bidang isi media yang
meliputi bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Hal ini menunjukkan
responden dalam membaca media komunitas cetak tidak hanya memilih
satu bidang isi tertentu saja, tetapi semua bidang yang disajikan media
cetak dimanfaatkan.
Tabel 8
Tujuan Baca Media Komunitas Cetak
n: 600
Tujuan Baca F %
Memperoleh informasi 329 54.80
Memperoleh
pengetahuan
317 52.80
Mengisi waktu luang 62 10.30
Mencari hiburan 19 3.20
Jumlah 600 100.00
Responden yang membaca media komunitas cetak mengatakan, tujuan
membaca adalah yang utama untuk memperoleh informasi (54.80%) dan
tujuan ke dua adalah untuk memperoleh pengetahuan (31.70%). Dengan
demikian media cetak yang mereka baca itu sesuai dengan visi dan misi
lembaga komunitas yang menerbitkan media cetak.
Tabel 9
Pendapat Terhadap Isi Media Cetak
n: 600
Isi Media Dinilai F %
Tidak menjawab 1 1.20
Memenuhikebutuhan 367 61.20
Kurang memenuhi 215 35.80
15
Tidak memenuhi
17 2.80
Jumlah 600 100.00
Responden yang membaca media komunitas cetak berpendapat, isi
media cetak yang diterbitkan oleh lembaga komunitas bagian terbesar
telah memenuhi kebutuhan mereka akan informasi dan pengetahuan
(61.20%). Sedang responden yang menyatakan kurang memenuhi
kebutuhan sebesar (35.80%).
Tabel 10
Pendapat Terhadap Kualitas Isi Media Cetak
n: 600
Kualitas Isi Media F %
Bagus sekali 71 11.80
Cukup bagus 503 83.80
Kurang bagus 26 4.30
Jumlah 600 100.00
Bagian terbesar responden yang membaca media komunitas cetak
berpendapart, kualitas isi media yang mereka baca sudah cukup bagus
(83.80%), sedang yang berpendapat bagus sekali sebanyak (11.80%).
Hal ini menunjukkan, kualitas isi media cetak yang diterbitkan oleh
lembaga komunitas dinilai cukup bagus. Artinya media cetak tersebut
cukup berkualitas, adalah hanya diproduksi oleh lembaga komunitas
tertentu.
Tabel 11
Bahasa yang Digunakan Media Cetak Komunitas
n: 600
Bahasa yang Digunakan F %
Bahasa Indonesia 508 84.70
Bahasa daerah 6 1.00
Campuran 86 14.30
Jumlah 600 100.00
16
Bagian terbesar yang membaca media komunitas cetak mengatakan,
bahasa yang digunakan dalam media cetak yang diterbitkan oleh
lembaga media komunitas adalah bahasa Indonesia (84.70%), sedang
yang mengatakan menggunakan bahasa daerah hanya (1.00%). Media
komunitas cetak yang punya khalayak khusus sesuai dengan
komunitasnya tidak mutlak menggunakan bahasa daerah, tetapi yang
utama menggunakan bahasa Indonesia dan sebagai selingan ada
bahasa daerahnya.
Tabel 12
Pendapat Terhadap Penyajian Isi Media Cetak
n: 600
Penyajian isi Media F %
Sangat mudah
dipahami
120 20.00
Cukup mudah dipahami 476 81.80
Sulit dipahami 4 7.20
Jumlah 600 100.00
Bagian terbesar responden yang membaca media komunitas cetak
berpendapat penyajian isi media yang dibaca cukup mudah dipahami
(81.80%), sedang yang mengatakan isi media sangat mudah dipahami
hanya (20.00%). Hal ini menunjukkan media komunitas cetak telah
disesuaikan dengan tingkat kemampuan daya nalar khlayaknya atau
komunitasnya.
Tabel 13
Penggunaan Isi Media Cetak
n: 600
Penggunaan Isi Media
Untuk Diskusi
F %
Selalu digunakan 66 11.00
Kadang-kadang
digunakan
491 81.80
Tidak pernah digunakan 43 7.20
17
Jumlah 600 100.00
Responden yang membaca media komunitas, mengatakan bagian
terbesar (81.80%) kadang-kadang, menggunakan isi media cetak yang
diterbitkan oleh lembaga komunitas untuk bahan obrolan atau bahan
diskusi. Sedang responden yang selalu menggunakan isi media cetak
untuk bahan obrolan atau diskusi hanya (11.00%). Hal ini menunjukkan
isi media cetak dari lembaga komunitas masih kadang-kadang digunakan
obrolan di antara anggota komunitas.
Tabel 14
Penilaian Terhadap Informasi Publik di Media Cetak
n: 600
Informasi Publik F %
Tidak menjawab 1 0.20
Cukup informasi publik 398 66.30
Belum cukup informasi
publik
167 27.80
Tidak tahu 34 5.70
Jumlah 600 100.00
Responden yang membaca media cetak yang diterbitkan oleh lembaga media
komunitas bagian terbesar (66.30%) mengatakan media cetak yang dibaca telah
menyajikan cukup informasi publik, sedangkan responden yang mengatakan
informasi publik di media cetak belum cukup (27.80%). Mengacu kepada pendapat
pertama yang besar jumlahnya, media cetak dari lembaga komunitas telah cukup
menyajikan informasi publik. Artinya media komunitas cetak dapat diberdayakan
sebagai penyalur informasi publik.
C. PEMBAHASAN
a. Lembaga Media Komunitas
Pengelola Media Komunitas dalam melaksanakan aktifitas penyebaran
informasi kepada para anggotanya menggunakan media cetak yang
berbentuk bulletin, surat kabar, tabloid dan majalah. Media cetak
tersebut diterbitkan secara berkala, ada yang harian, mingguan, dwi
mingguan dan bulanan, tetapi kebanyakan lembaga komunitas
menerbitkan media cetak secara dwi minggu dan bulanan.
Bentuk media cetak yang paling banyak diterbitkan pleh lembaga
komunitas adalah buletin dan surat kabar, dibanding dengan bentuk
18
media cetak yang lain. Bentuk bulletin dan surat kabar banyak
digunakan oleh lembaga media komunitas karena pengelolaannya
relative lebih mudah dan informasi yang dimuat bisa lebih banyak dan
cepat proses penerbitannya.
Periodisitas media cetak yang diterbitkan oleh lembaga komunitas lebih
banyak dwi mingguan dan bulanan, karena dengan periode dua minggu
sekali, bahkan satu bulan sekali, para pelaksana dari media cetak
tersebut mempunyai cukup waktu untuk mengelola isi media cetak,
mulai dari pencarian bahan, proses editing dan gatekeepeng serta
proses pencetakan dan pendistribusiannya.
Media cetak yang diterbitkan oleh media komunitas banyak
didistribusikan kepada anggota komunitas secara gratis, sedang yang
dijual secara eceran dan berlangganan jumlahnya hampir sama. Hal ini
sesuai dengan visi dan misi lembaga komunitas yang ingin dicapai
kepada para anggotanya melalui penerbitan media cetak yang berisi
berbagai informasi yang diperlukan para anggotanya.
Informasi yang disajikan dalam media cetak yang diterbitkan oleh
lembaga komunitas meliputi bidang ekonomi dan bidang sosial budaya.
Artinya semua bidang dalam masyarakat dimuat dalam media cetak
tersebut, tetapi secara parsial, bidang sosial budaya persentasenya
lebih besar. Bidang sosial budaya disajikan dalam media cetak yang
lebih besar, karena menyangkut masalah lembaga komunitas dan para
anggota komunitasnya seperti masalah agama dan masalah
pendidikan.
Lembaga komunitas yang ada memang kebanyakan untuk komunitas
keagamaan tertentu dan komunitas pendidikan tertentu.
Anggota lembaga komunitas yang membaca media cetak tersebut
mnengatakan tujuannya adalah untuk memperoleh informasi dan
memperoleh pengetahuan dalam jumlah yang hampir sama. Hal ini
sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh media cetak oleh
lembaga komunitas dan digunakan oleh para anggota komunitasnya
sebagai sumber informasi dan pengetahuan.
Oplah media cetak yang diterbitkan oleh lembaga komunitas berfariasi,
antara 250 ekslempar sampai 200.000 ekslempar. Pada umumnya
media cetak didistribusikan secara gratis, tetapi ada pula yang dijual
per ekslempar antara Rp. 1.500,- - Rp. 2.000,- khususnya untuk Koran
Mitra Minang Post yang diterbitkan oleh komunitas orang minang di
kota Medan.
Lembaga media komunitas dalam memperoleh bahan informasi untuk
diterbitkan melalui media cetak diperoleh dari berbagai sumber
terutama dari lembaga media komunitas itu sendiri, dari berbagai LSM
yang sejalan dengan lembaga media komunitas, dari internet dan ide-
ide baru termasuk tulisan dan artikel yang relevan dengan visi dan misi
lembaga tersebut. Sumber yang banyak digunakan untuk mendapatkan
informasi adalah dari para pakar yang sesuai bidangnya, para ilmuwan
dari media massa cetak dan elektronik termasuk media baru.
19
Lembaga komunitas tidak ada yang memperoleh bahan informasi untuk
media cetaknya dari Kantor Kominfo setempat. Mereka mengharapkan
dapat memperoleh bahan informasi dari Kantor Kominfo. Dengan
mengambil bahan informasi dari sumber-sumber yang ada, lembaga
komunitas tidak perlu menugaskan Reporter khususnya untuk mencari
bahan-bahan di lapangan, seperti layaknya media massa cetak umum
yang menghadapi persaingan ketat dengan media yang lain.
Pengelolaan media cetak oleh lembaga media komunitas dilakukan
secara profesional, artinya tenaga kerja yang melalukan tugas
penerbitan media cetak mempunyai kualifikasi khusus yaitu orang-
orang menguasai bidangnya meskipun secara kuantitatif, jumlah
tenaga kerja yang menangani penerbitan media cetak masih kurang
ideal (masih terbatas) tetapi kualitasnya dapat diandalkan. Mereka
kebanyakan telah berpengalaman dibidangnya lebih dari satu tahun.
Para petugas di bidang media cetak tidak sedikit mempunyai latar
belakang pendidikan komunikasi. Kualitas SDM yang mengelola media
cetak berpendidikan tinggi mulai dari S1 dan bahkan ada yang
berpendidikan S2.
Jumlah tenaga yang menangani media cetak ada 3 sampai 10 orang,
tergantung besar kecilnya media yang ditangani. Pengelola media
cetak yang berbentuk surat kabar jumlah SDMnya relative lebih banyak
sekitar 10 orang seperti surat kabar Pak Oles di Denpasar dan surat
kabar Minang Post di Medan.
Media komunitas setiap terbit memerlukan dana antara Rp. 2.000.000,-
untuk biaya kertas dan ongkos cetak, tergantung dari besarnya oplah
serta bentuk media cetaknya. Untuk media cetak yang berbentuk surat
kabar dan oplah sebesar 2.000 ekslempar dengan jumlah halaman
antara 12-16 diperlukan biaya sekitar Rp. 2.000.000.-. Dana tersebut
dapat ditutupi dari hasil penjualan dan iklan yang masuk. Tetapi jika
tidak dapat ditutup maka dicari dari para donator yang mau membantu
pendanaan media cetak dari lembaga media komunitas tersebut.
Bagi lembaga komunitas yeng mendistribusikan media cetaknya secara gratis,
pendanaan diperoleh dari dana lembaga komunitas tersebut atau induk
organisasi lembaga tersebut seperti lembaga komunitas yang berada di
lingkungan perguruan tinggi tertentu.
b. Tanggapan khalayak Pembaca media cetak
Masyarakat yang menjadi anggota lembaga komunitas tertentu dan
membaca media cetak yang diterbitkan lembaga tersebut menilai isi
media cetak yang meraka baca memenuhi kebutuhannya yaitu
kebutuhan informasi dan pengetahuan. Media cetak dari lembaga
media komunitas diproduksi untuk mencapai tujuan organisasi yang
berupa visi dan misi, dan menyangkut kebutuhan anggota komunitas.
Dengan demikian isi media cetak telah dapat memenuhi kebutuhan
khalayak. Mengenai isi media cetak yang mereka baca kualitasnya
dinilai cukup bagus, artinya khalayak merasa puas terhadap isi media
cetak. Lembaga media komunitas dalam mengelola media cetak
20
dilaksanakan secara sungguh-sungguh dari perencanaan sampai ke
pelaksanaannya dan media tersebut ditangani oleh sumber daya
manusia yang tepat dengan kata lain, media cetak dikelola secara
professional.
Hasilnya, masyarakat yang membaca media cetak tersebut menilai
kualitas isi media cetak tersebut cukup bagus. Pengelolaan media
cetak dengan memilih sumber informasi yang digunakan dalam media
cetak tidak sembarangan karena sumber-sumber yang cukup berbobot
yang digunakan sehingga hasilnya cukup berkualitas. Dalam penyajian
isi dalam media cetak Lembaga media komunitas lebih banyak
menggunakan bahasa Indonesia, sehingga para anggota komunitas
tidak mengalami kesulitan dalam memahami isinya.
Hasil yang mereka baca dari media cetak kadang-kadang dijadikan
bahan diskusi dengan orang lain. Hal ini merupakan para anggota
komunitas memanfaatkan isi media cetak bukan hanya untuk dirinya
tetapi disebarkan (difusi) kepada anggota masyarakat lainnya.
Dengan demikian persepsi atau tanggapan masyarakat terhadap
media cetak yang diterbitkan oleh lembaga komunitas cukup baik dan
positif sehingga media cetak tersebut berpeluang untuk dikembangkan
lebih lanjut baik jumlah oplahnya maupun volume isinya.
Masyarakat dalam menerima informasi dari media cetak yang
diterbitkan oleh lembaga komunitas bagian terbesar secara gratis,
karena memang media cetak diterbitkan untuk kepentingan para
anggotanya walaupun ada yang membayar secara eceran atau
berlangganan. Media cetak yang diterima ternyata dibaca secara
teratur, artinya setiap terbit, anggota komunitas yang menerima media
cetak membacanya secara teratur, dan kebiasaan membaca ini secara
keseluruhan. Media cetak yang diterbitkan lembaga komunitas isinya
meliputi bidang politik, bidang ekonomi dan bidang-bidang sosial
budaya yang ternyata lebih banyak disajikan dalam media tersebut. Isi
media cetak tersebut biasanya dibaca secara keseluruhan dan ada
juga yang memilih informasi yang menarik saja walupun jumlahnya
tidak sebanyak yang membaca isi seluruh media cetak.
Masyarakat yang membaca media cetak tersebut mengatakan penyajian isi dari
media cetak yang dibaca cukup mudah dipahami. Pendidikan masyarakat yang
membaca tersebut sebagian besar SLTA sampai S2. karena itu tidak
mengalami kesulitan dalam memahami isi media komunitas cetak yang
diproduksi berorientasi pada anggota komunitas tertentu.
c. Potensi Media cetak Komunitas
Dalam era reformasi telah diberlakukan UU No. 40 tahun 1999 dan UU
penyiaran No. 22 tahun 2002, serta amandemen UUD 1945 khususnya
pasal 28F, maka msyarakat diberi kebebasan untuk menyelenggarakan
kegiatan komunikasi menggunakan media massa baik cetak maupun
elektronik.
21
Lembaga komunitas yang didirikan oleh suatu kelompok komunitaas
tertentu memanfaatkan peluang tersebut dengan menerbitkan media
cetak untuk menjangkau anggota khalayak sasarannya yaitu anggota
masyarakat yang tergabung dalam komunitas tertentu seperti
keagamaan, pendidikan dan lain-lain. Dari beberapa lembaga media
komunitas yang menjadi sample dalam studi ini menunjukkan
disamping kelebihan dari pengelolaan media cetak juga terdapat
kekurangan-kekurangan yang perlu dikembangkan.
Kelemahan dari pengelolaan media cetak yang perlu dikembangkan
adalah beberapa lembaga komunitas mengatakan masih kekurangan
tenaga kerja yang mengelola penerbitan media cetak. Disisi lain
kelemahan dari lembaga komunitas adalah terbatasnya dana untuk
operasional media cetak. Jadi yang menjadi hambatan pengelolaan
media cetak oleh lembaga komunitas yang utama adalah terbatasnya
dana operasional sehingga oplah penerbitan terbatas jumlahnya.
Demikian pula jumlah tenaga kerja yang mengelola penerbitan juga
terbatas jumlahnya dan memerlukan penambahan.
Dalam operasionalnya media cetak yang diterbitkan oleh lembag
akomunitas dinilai isi berupa informasi publik yang cukup banyak.
Karena itu kendala terbatasnya jumlah cetakan memerlukan jalan
keluar seperti bekerja sama dengan instansi pemerintah baik tingkat
pusat maupun daerah agar dapat membantu jumlah oplah.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aktifitas penyebaran informasi lembaga komunitas melalui media cetak
kepada para nggota komunitasnya kebanyakan menggunakan bentuk
bulletin dan surat kabar dengan oplah antara 1.000 ekslempar sampai
2.000 ekslempar dengan periodesitas dwi mingguan dan bulanan. Media
cetak tersebut disebarkan secara gratis, tetapi ada juga yang dijual dengan
harga per ekslempar Rp. 1.500,- untuk 12-16 halaman.
2. Informasi yang disajikan dalam media cetak menyangkut bidang politik,
bidang ekonomi dan bidang sosial budaya. Secara kuantitatif bidang sosial
budaya lebih banyak disajikan dalam isi media tersebut. Dengan demikian
informasi untuk kebutuhan publik telah menjadi isi dalam media cetak
tersebut namun dalam arti umum yaitu informasi yang banyak digunakan
dalam masyarakat. Tetapi informasi publik yang berupa kebijakan memang
belum banyak disajikan dalam media cetak karena kesulitan mendapatkan
dari sumber yang resmi.
3. Bahan-bahan informasi yang disajikan dalam media cetak diperoleh dari
berbagai sumber, baik sumber manusia maupun sumber media. Sumber
manusia dapat dari pakar, sedang dari media yaitu media baru (internet)
dan media cetak umum yang ada. Sumber pejabat pemerintah tidak
disebutkan oleh lembaga komunitas, karena berasal dari penjelasan resmi
oleh pemerintahan seperti jumpa pers. Lembaga komunitas yang punya
22
media cetak jarang ikut jumpa pers dan tidak diundang, bahkan belum
pernah berhubungan dengan Kantor Kominfo setempat.
4. Media cetak yang diterbitkan oleh Lembaga Komunitas ternyata dikelola
dengan baik oleh para petugasnya yang cukup berpengalaman
dibidangnya, paling sedikit satu tahun telah bekerja dibagian penerbitan
media cetak. Pendidikan para pengelola informasi itu cukup karena
bergelar sarjana (S1) bahkan ada yang S2. Jumlah para petugas masih
terbebas, belum memenuhi standar yang ideal. Artinya masih perlu
penambahan jumlah dibanding volume kerjanya.
5. Sumber daya pendukung media cetak masih merupakan kendala terutama
pendanaan yang selalu deficit. Sumber daya diperoleh dari para donator
organisasi induk, anggota komunitas dan iklan, tetapi belum seimbang
antara pemasukan dan pembiayaan untuk ongkos cetak. Mengenai sarana
dan prasarana kerja baik yang merupakan ruang kantor, perlengkapan
kerja termasuk computer, tidak menjadi kendala bagi lembaga komunitas
tersebut.
6. Masyarakat anggota komunitas yang membaca media cetak dari lembaga
komunitas menilai media tersebut isinya telah memenuhi kebutuhannya,
kualitas isinya cukup bagus, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia
sehingga mudah dipahami, dan isinya kadang-kadang menjadi bahan
diskusi atau obrolan dengan anggota masyarakat yang lain. Mereka juga
menilai media komunitas telah cukup banyak menyajikan informasi publik
sesuai dengan kebutuhannya.
7. Masyarakat dalam membaca media cetak dari lembaga komunitas
kebanyakan teratur dan membaca seluruh isinya, tetapi ada juga yang
hanya baca informasi yang menarik saja. Isi media meliputi bidang politik,
ekonomi dan sosial budaya hampir semuanya dibaca. Tujuan masyarakat
membaca media cetak adalah untuk memperoleh pengetahuan dan
informasi.
8. Melihat potensi yang ada dalam pengelolaan media cetak oleh lembaga
komunitas ada peluang untuk dikembangkan melalui kerja sama
kelembagaan. Pemerintah dapat memanfaatkan lembaga komunitas yang
mengelola media cetak yang potensial , yaitu beroplah besar, banyak
jumlah anggotannya, media cetaknya telah diterbitkan teratur, bahkan
punya juga media elektronik.
B. Saran
1. Pemerintahan dapat melakukann kerja sama dengan lembaga komunitas
yang menerbitkan media cetak dengan oplah lebih dari 1.000 eksempar
sekali terbit seperti Pak Oles Center di Denpasar, Info Data Sari di
Surabaya, Koran Mitra Minang di Medan, Media Unran di Mataram, Media
Pon-Pes Nurul Hakim di Lombok Barat.
2. Lembaga komunitas yang merbitkan media cetak ditiap-tiap daerah
biasanya belum banyak diketahui oleh aparat pemerintah didaerah, untuk
itu perlu dilakukan pendekatan melalui wawancara mendalam yang
menyangkut potensinya sebagai penyebarluas informasi publik.
23
3. Kepada lembaga komunitas yang potensinya tinggi sebagai penyebar
informasi publik perlu dibantu dengan supply bahan-bahan informasi publik
yang dapat dijadikan konten dalam penerbitan media cetaknya secara
teratur. Memungkinkan pemerintah dapat memfasilitasi penyelenggaraan
diklat jurnalistik cetak untuk SDM lembaga komunitas media cetak secara
selektif.
4. Media komunitas sifat komersialnya tidak dominan, karena itu merupakan
peluang bagi pemerintahan untuk memanfaatkan ruang publik yang ada
guna penyampaian informasi publik dengan biaya yang relative rendah
tidak seperti media massa cetak lainnya.
5. Lembaga komunitas yang menerbitkan media cetak tumbuh dan
berkembang dari bawah, artinya dilakukan secara swadaya dan swadana
oleh para anggota komunitas tertentu, karena itu perlu diciptakan iklim
yang memungkinkan tidak ada hambatan untuk tumbuh dan
berkembangnya media cetak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LKIS Yogyakarta, 2003
2. Alex Subur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosda Karya Bandung, 2003
3. Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kotemporer, Andi Yogyakarta, 2004
4. Angela Heylin, Kiat Sukses Komunikasi, Mitra Utama, 2002
5. Arsell St. Rausn & Juliet Carbin, Dasar Penelitian Kualitatif, Pustaka Pelajar, 2003
6. Ben Agger, Teori Sosial Kritis, Kreasi Wacana Jogjakarta, 2003
7. Budi Winarno, Teori & Proses Kebijakan Publik, Med Press, 2003
8. deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Rosda, 2003
9. Frank Jefkins – Daniel Yadin, Public Relation, Mitra Utama, 2004
10. Fred N. Kerlinger, Asas – asas Penelitian Behavioral, Gajah Mada University Press,
2002
11. Heru Nugroho, Demokrasi di Era Digital Tantangan Kehidupan, Rosda, 2002
12. Hessel Nogi. S. Tangkilisan, Wacana Kebijakan Publik Indonesia, Lukman Offset
Yogyakarta, 2003
13. Hessel Nogi S. Tangkilan, Evaluasi Kebijakan Publik, Balairung & Co. Yogyakarta, 2002
14. Jalaudin Rakhmad, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003
15. Margaret M, Paloma, Sosiologi Kotemporer, Rajawali pers, 2003
24
16. Nurudin, Sistim Komunikasi Indonesia, Pustaka Belajar, 2003
17. Sjafri Saisin, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia, Pustaka Belajar, 2002
18. Reed H. Blake & Edwin O. H, Taksonomi Konsep Komunikasi, Papyrus, 2002
19. Richard E. Palmer, Hermenentika, Pustaka Belajar, 2002
20. William L. Rivers – Jay W. Jensen, Media Massa & Masyarakat Moderen, Kencana,
2002
21. Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan Penerapannya
Politik di ruang Cyber, Radja Grafindo Persada, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar