merasa terpaksa.
It
----- Original Message -----
From: MY
To: peduli-autis
Subject: [Puterakembara] RE: Mengapa harus sekolah ?
Waduh... Terima kasih sekali Bu N yg tdk segan-2 menularkan
ilmunya. Kayaknya ada beberapa kemiripan dgn apa yg terjadi pada anak
saya. Saya akan coba resep Ibu. Hal lain, ...Bu Ita semoga tdk lupa ...
kami pernah lho ke Mandiga untuk konsultasi Fajar dgn Ibu.
Makanya kemarin waktu gathering ...Istri & fajar mendekati ke Ibu,
sekalian ngucapin terima kasih karena Fajar sudah banyak kemajuan.
Resep Ibu telah kami terapkan ke Fajar bagaimana memperlakukan dia di
rumah dan di sekolah. Oh ya Bu Ita, Adi yg ngajar les piano di YAI,
dia juga ngajar di rumah saya sudah 1 tahun ini.
Salah satu problem yg Istri saya sampaikan waktu itu dia suka meracau
di Kelas ketika masuk kelas 1 SD. Jadi mulai pagi jam 07.30 masuk kelas sampai jam 11.00 dia berceloteh terus gak ada henti-2nya, meski dilarang.
Kdg celoteh dia itu ngeledek temennya meski kdg tdk punya arti.
Misalnya : "Abel tidak pakai kaus dalam".... begitu terus menerus
Suatu saat ada temennya yg jengkel ... dan tiba-2 sebuah bogem mentah
mendarat di dahi anak saya. Apa yg terjadi ? Anak saya terjengkang & terdiam ....tetapi tidak menangis... ... Ibu gurunya yg cerita ke Istri saya ... dan anehnya koq kebiasaan meracau dia
kmd jadi hilang. Ya ampun apa harus begini caranya dlm hati saya.... Maaf jangan ditiru lho.....
Betul Bu N, kdg fajar itu kalo nilainya jelek dia itu mikir.
pernah ketahuan nangis di kamar. Dlm hati saya nih cowok perasa
banget. Kalo matematika nilainya jauh diatas rata-2. Tapi kalo bhs
Indonesia... ya ampun susah sekali menjelaskan pemahaman ke dia. Tapi
kayaknya memang ini kebanyakan kelemahan anak-2 spesial..
Sering kami juga berusaha menjelaskan kpd dia yg penting belajar bukan
nilainya. Tapi yaitu dia sudah memahami kebanggaan menjadi pemenang
dlm sebuah persaingan.
Demikian sharing pengalaman pribadi saya. Sekali lagi matur
nuwun ..buat N, Bu Ita & yg lain atas sharingnya.
Wassalam
MY
----- Original Message -----
From: EP
To: peduli-autis
Subject: [Puterakembara] RE: Mengapa harus sekolah ?
Nimbrung Dikit....
Hari ini Selasa, mulai masuk sekolah dari liburan yang panjang (2
minggu). Dari terima rapot kemarin Andro sudah bilang bahwa dia mau
masuk sekolah SD ga mau TK lagi, khan sudah dapat rapor, bosen di TK
belajarnya itu-itu aja.Seharusnya memang Andro sudah mendapatkan
ijasah TK yang dulu untuk dapat masuk SD, karena saya kurang percaya
diri dengan emosionalnya, jadi saya masukan ke TK lain, toh umurnya
baru 5,5th sekarang 6 th.
Jadi tadi pagi, terjadilah sedikit keributin, Abang Andro mau sekolah
di SD...! mogok ga mau sarapan. Saya bilang Andro terima rapornya baru
satu kali, ntar yang kedua baru masuk ke SD. Oke jalan, sebelumnya
anterin adiknya dulu ke sekolah ngelewatin sekolah SD, ngamuk minta
turun, terpaksa turun dan minta tolong guru disana ngomong minta rapor
Andro yang kedua, baru mau, jadi rapornya harus dapet dua ya Bun!
Gimana dong..., kalau soal hitungan(tambah2an,kurang2an) membaca si
sudah bisa, ya itu masih mau seenaknya sendiri, kalau lagi mau belajar
ya baru pegang buku, kalau dipaksa lagi ga mau, ya ngamuk. Dan kalau
duduk milih temen, saya ga ngerti kenapa Andro ga suka sama ada satu
anak pada hal ibunya deket dan baik sekali."Andro ga mau ada dia
didepan Andro..suruh dia keluar dari kelas".
Tadi saya pulang kantor, tanya: Abang Andro tadi belajar apa ? ga
belajar, cuma gitu-gitu aja (sambil tangannya diputer-puter), makanya
Bun sekolah SD!
Pak Jeff, gimana dengan perkembangan Nikita yang akhirnya sama kelasnya
dengan Oscar ? karena Firna adiknya Andro sekarang sama-sama di TK B
tapi lain sekolah. Ada ga dampaknya buat Nikita dan Oscar ?perlu ga
satu sekolah atau harus dipisah ?! Banyak ya pak pertanyaannya.
Salam Hangat,
Bunda Andro 6th
----- Original Message -----
From: JD
To: peduli-autis
Subject: [Puterakembara] RE: Mengapa harus sekolah ?
Bu Er, mungkin karena beda usia mereka persis 1 th. ultah Oscar 11/4 sdgkan
Nikita 14/4, pengaruhnya nyaris nggak ada. Ada istilah sendiri untuk
siblings yang beda persis 1 th. mereka seperti kembaran gitu. Bahkan menurut
kita, banyak manfaat ketimbang mudaratnya. Solidaritas muncul
ketimbang persaingan yang tdk sehat & bagi kita ortunya lebih mudah
pengawasannya. Bagaimana bu Jeffrey? ada tambahan?
----- Original Message -----
From: ID
To: peduli-autis
Subject: [Puterakembara] RE: Mengapa harus sekolah ?
Yang saya ingat kenapa mereka ditaruh satu kelas adalah atas saran
pshicolog kita pada waktu itu yaitu advis dari Dra. Rani. Oscar
waktu itu sangat comfortable dengan adanya Nikita karena mereka
dirumah selalu bersama, shg sewaktu mereka ditaruh disekolah bersama
dalam satu kelas, walaupun waktu itu mungkin kita kurang peka
terhadap Oscar, tetapi karena Nikita selalu semangat berangkat ke
sekolah maka Oscarpun demikian. Sehingga keberadaan mereka dalam satu
kelas justru pada waktu itu membuat mereka sangat mudah belajar
bersama dirumah. Satu hal juga yang menyolok dari karakter Oscar
sejak dia kecil adalah "patuh". Oscar sangat mengikuti aturan baik
itu yang ada disekolah maupun yang kita setujui bersama dirumah
apalagi kemudian setelah lebih besar dia mengerti ada kewajiban2 yang
harus dilakukan sehubungan dengan agama yang dianut. Bahkan kadang
kala dia lebih patuh dari kita. Beranjak usia ABG baru Oscar
sepertinya menyadari bahwa ada yang tidak tepat karena dia
selalu satu kelas dengan adiknya. Oleh sebab itu di SMP dia bilang
boleh satu sekolah tetapi harus lain kelas. Ini juga waktu itu kita
diskusikan dengna dra Rani dan kita semua setuju untuk memisahkan
mereka. Perpisahan ini pula yang menurut saya merupakan awal yang
jelas dari pembentukan pribadi mereka, mereka berkembang menjadi 2
pribadi dengan interest yang berbeda tapi tetap akrab dan akur.
Oscar berkembang menjadi ABG yang sangat sederhana tidak suka Mall
dan segala sesuatu yang berbau borjuis dan Nikita menjadi ABG kota
metropolitan.
Sekian dulu sharing saya, nanti ditambah lagi.
----- Original Message -----
From: EP
To: peduli-autis
Subject: [Puterakembara] RE: Mengapa harus sekolah ?
Makasih ya Bu...., saran Ibu pas banget.
Er
Sekilas Sejarah Pendidikan di Indonesia
Jumat, 09 Maret 2007
Sekolah pendidikan dasar telah diperkenalkan oleh Belanda di Indonesia. Sekolah yang tadinya hanya untuk kalangan keturunan belanda, dengan etische politiek (kepotangan budi) di negara jajahan belanda (1870) mulai membuka sekolahan bagi kaum bumi putera (SR). Hal tersebut nampaknya juga akibat pengaruh faham humanisme dan kelahiran baru yang melanda negeri Belanda.
Program utamannya saat itu mungkin hanya untuk kepentingan Belanda juga (untuk meningkatkan produktivitas ditanah jajahannya). Untuk Perguruan tinggi dimulai dengan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia berubah jadi NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya UI. Lalu juga Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924) kemudian melebur jadi fakultas hukumnya UI. Juga disusul beberapa fakultas lainya.
Di Bandung dimana bung Karno sekolah juga berasal dari sekolah teknik THS (1920) dan di Bogor dibuat juga sekolah perkebunan (1941) adalah cikal bakal IPB sekarang. Bila kemudian didirikan UI (1950) atau UGM (1945) adalah leburan dari yang sudah ada dan kemudian ditambahkan fakultas lainnya. Perlu dicatat pula universitas tua lainnya seperti ITB (1959), IPB (1963), Unair (1963), dan universitas swasta tertua kita adalah UII (1948). Barangkali bisa dimaklumi bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat muda dibanding pendidikannya Plato. Walaupun sebenarnya sejak jamannya pangeran Aji Saka (abad 3) telah diperkenalkan huruf jawa dengan mencontoh huruf di India selatan, jadi pemerintahan Jawa Dwipa sudah mengenal pendidikan.
Demikian pula abad 5 pendeta Budha memperkenalkan ajarannya (tentunya mengandung unsur pendidikan. Berdirinya Borobudur boleh di anggap sebagai parameter tingginya ilmu arsitektur (diabad 8) oleh Raja Sailendra Samaratungga. Dicatat pula Candi Prambanan (Hindu) yang elok itu dibangun di abad 9 jamannya raja Sanjaya. Raja agung Airlangga (1019) boleh dianggap raja paling toleran dan melindungi umat berbeda agama (hal ini tentunya tidak terjadi sebelumnya). Tidak kurang di Indonesia juga ada ahli filosuf atau mungkin sebagai nabinya wong jowo yaitu Raja Joyoboyo (1157), siapa yang tak kenal dengan primbonnya Joyo boyo.
Namun sayang selama perjalanan sejarah bangsa Indonesia selalu disertai dengan perang saudara (jauh sebelum Belanda datang, sudah cakar-cakaran, jangan hanya Belanda yang disalahkan sebagai provokator dengan politik adu kambinya, ternyata bakat ini belum hilang sampai sekarang). Bahkan Patih Gadjah Mada yang dianggap pemersatupun (dengan sumpahnya yang sakti) adalah hanya untuk penguasaan dan menunjukkan kehebatan Majapahit. Tentu ini juga berpengaruh pada pendidikan secara umum, dan sebaliknya bisa jadi pendidikan ikut mempengaruhinya. Menengok perjalanan sejarah bangsa Indonesia perlu dibahas tersendiri.
Gambaran sejarah pendidikan di Indonesia saat ini bisa dialami bersama. Dari gambaran diatas ternyata masalah pendidikan bukan sekedar tergantung pada teory dan ilmu pendidikan itu saja, tapi juga iklim social budaya dan politik ikut berperan. Namun bukan alasan untuk tidak memperbaharui kehidupan melalui pembaharuan konsep pendidikan itu sendiri. Jadi reformasi pendidikan adalah mutlak perlu dilakukan terus menerus sesuai perubahan pemahaman umat akan kehidupan itu sendiri.
Dimana Peter Drucker melihat pergeseran kebutuhan manusia, dari ekonomi yang berbasiskan benda tak bergerak dan jasa menuju ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan, perlu di renungkan. Lebih jauh Drucker mengemukakan bahwa tahapan agraris, industri dan kini informasi adalah tidak lama lagi tergeser pada era inovasi. Apa itu inovasi dan persyaratannya adalah bahan pekerjaan rumah bersama. Bila generasi kita saat ini setress gara-gara tidak tahu bahasa jawanya anak kerbau, atau hafalan lainya. Jangan disalahkan bila kemudian hari negara Indonesia menjadi negara terbelakang yang menunggu petunjuk, menunggu pemerintahannya waras, menunggu dan menunggu. Namun untung ada film anak-anak pokemon, digimon, tweenies, bob builder dan sejenisnya yang barangkali jadi hiburan anak sekaligus menjadi sarana berfantasi sambil berinovasi, dari pada ngerjakan PR paket pendidikan yang sarat dengan indokrinasi hukum-hukum matematika dan hukum lainnya yang harus dipatuhi tanpa syarat.
PKBM: Alternatif bagi Siswa Putus Sekolah
Pusat kegiatan belajar masyarakat mengajak anak-anak putus sekolah untuk menikmati atau mengecam pendidikan selayaknya anak-anak lain pada pendidikan formal. Tidak ada kata terlambat bagi mereka yang ingin belajar untuk mengubah kehidupannya demi menuju masa depan yang lebih baik dan mewujudkan cita-cita mereka. Mereka merupakan generasi penerus yang patut diperhatikan dan dicarikan solusinya agar menjadi penerus bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, bermoral, bermartabat, dan tangguh dalam menghadapi era globalisasi.
Banyak cara yang bisa dilakukan agar anak-anak putus sekolah bisa bergabung ke pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). Salah satu cara dengan memberi motivasi kepada keluarga dan anak itu sendiri.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum memotivasi adalah:
(1) Mengetahui sasaran yang akan dituju.
(2) Mengetahui karakteristik sasaran.
(3) Mengetahui wilayah sasaran.
(4) Mengenali tokoh yang berpengaruh bagi sasaran. Langkah-langkah apa yang diperlukan dalam pelaksanaan motivasi, adalah:
(A) Tahap persiapan, orang yang membawa informasi untuk memotivasi anak putus sekolah harus sudah siap baik mental maupun keberadaan dan kondisi PKBMnya.
(B) Pelaksanaan, agar motivasi dapat berhasil perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Menciptakan suasana akrab, agar pesan yang akan disampaikan dapat mudah diterima,
b. Memilih waktu yang tepat atau melihat situasi yang pas baik dengan mental maupun suasana hati anak tersebut,
c. Menyakinkan sasaran atau anak tersebut untuk menyakinkan informasi yang kita bawa.
d. Isi pesan jangan sampai bertentangan dengan kebutuhan anak putus sekolah, kita harus bisa merangkai kalimat yang memang pusat kegiatan belajar masyarakat ini diperuntukan bagi sebutkan siapa saja dan apa latar belakangnya.
e. Gunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah diterima oleh sasaran.
f. Usahakan agar saudara dapat membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi anak putus sekolah tersebut.
Di samping langkah-langkah motivasi untuk menarik anak putus sekolah agar mau, teknik motivasi harus kita miliki.
Ada empat teknik motivasi yang dalam hal ini, diantaranya:
(1) Teknik persuasif, yaitu suatu cara motivasi sasaran dengan membujuk dan mengajak sasaran agar setuju, bersikap, dan berperilaku seperti yanh diharapkan, ketika kita menyampaikan informasi tentang Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
(2) Teknik tekanan kelompok, yaitu suatu teknik motivasi yang dilakukan untuk membangkitkan minat seseorang atau sekelompok orang secara tidak langsung agar bersikap positif sesuai dengan sikap yang ditampilkan sebagian anak-anak yang telah bergabung ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
(3) Teknik penyerangan/ penyadaran, yaitu suatu cara motivasi dengan memberikan penerangan yang seluas-luasnya, sehingga kebaikan apa-apa yang diperoleh juga bisa disampaikan dan kekurangannya pun boleh disampaikan asal jangan mengecilkan hati mereka untuk bergabung ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
(4) Teknik imbalan atau kompensasai, yaitu suatu cara motivasi yang dilakukan dengan cara memberi imbalan/ kompensasai baik berupa kepuasan, kebanggan, dan lain-lain yang dapat memberikan semangat bagi anak-anak putus sekolah.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) harus disosialisasaikan pada masyarakat yang paling bawah. Permasalahan putus sekolah banyak terjadi di kalangan tersebut. Sebenarnya masyarakat ingin tahu bagaimana cara masuk ke pusat kegiatan belajar tersebut, hanya mereka ingin bertanya kepada siapa, rasa malu pun masih mendominasi perasaan mereka.
Untuk melakukan sosialisasi perlu bantuan orang-orang yang dianggap penting dalam masyarakat, misalnya ketua RT, orang-orang yang berprofesi sebagai guru, dan mendatangi arisan ibu-ibu RT merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang informasi tentang fungsi dan kegunaan pusat kegiatan belajar masyarakat ini.
Dengan demikian semoga pusat kegiatan belajar masyarakat dapat meringankan dan membantu bagi anak-anak putus sekolah. Sekaligus mendukung program pemerintah wajib belajar 12 tahun. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat siap melayani masyarakat yang mengalami putus sekolah. (selesai)
Rubiati, S.Pd
Guru SMP Negeri 15 Kota Jambi
Kiat Memotivasi Siswa Kelas Akhir
Oleh TAUFIK BARJAH, S.Ag.
Ditandai dengan selesainya pelaksanaan UASBN dan ujian sekolah, berakhir pulalah tugas seorang siswa dalam menempuh salah satu jenjang pendidikan.
SEBAGAI bukti, lulusan akan menerima ijazah tanda tamat belajar. Sudah menjadi salah satu tahapan dalam kehidupan, siswa yang telah menyelesaikan sekolah di salah satu tingkat pendidikan harus segera memutuskan arah tujuan selanjutnya. Mau ke mana mereka? Apakah akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi? Kalau iya, ke sekolah mana? Atau kalau tidak dilanjutkan, apa yang akan dilakukan?
Sebagai guru yang baik, masalah ini harus segera disikapi dengan baik pula. Ada beberapa hal yang sekiranya dapat membantu siswa dalam menghadapi hal seperti ini.
1. Ingatkan siswa kepada cita-cita mereka. Kalau ternyata siswa tersebut belum memiliki cita-cita, segeralah bimbing mereka agar membangun sebuah cita-cita. Ini penting karena cita-cita adalah suatu impian akan masa depan. Kita bisa menggunakan salah satu ungkapan dari seorang tokoh politik Amerika Serikat Eleanor Roosevelt yang isinya sebagai berikut: "Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka". Dengan mengingatkan mereka akan cita-cita, semangat untuk menggapainya akan timbul, serta memompa siswa untuk mewujudkannya.
Setelah mereka mengingat kembali cita-citanya, tugas guru selanjutnya adalah mengarahkan siswa bagaimana cara mencapai cita-citanya. Tunjukkan ke mana arah yang harus dituju, sekolah mana yang harus mereka tempuh, program tambahan apa yang harus diikuti.
2. Arahkan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Minat dan bakat siswa bisa dilihat oleh guru dalam keseharian siswa di sekolah. Misalnya dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, atau dengan melihat kecenderungan nilai dari beberapa pelajaran, atau dengan cara siswa mencatat berbagai minat yang disukai dan bakat yang dimiliki, kemudian mereka mencari minat dan bakat yang dominan pada diri mereka.
3. Dorong siswa agar mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Persoalan ini biasanya timbul dari siswa yang berasal dari keluarga yang kekurangan. Karena faktor ekonomi, mereka akan berpikir dua kali untuk melanjutkan sekolah.
Berilah pengertian bahwa sekolah sampai tingkat menengah atau tingkat atas belum cukup untuk mereka dalam menghadapi masa depan. Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul Nabi Muhammad saw., "Tuntutlah ilmu dari buaian (sejak lahir) sampai ke lubang lahat (mati)". (Al-Hadits). Berilah mereka rangsangan dengan berbagai program beasiswa yang bisa mereka raih apabila mereka memiliki prestasi.
4. Andaikan tidak bisa melanjutkan sekolah, paculah mereka agar selalu melakukan aktivitas/kegiatan di manapun mereka berada, aktivitas yang berguna yang memiliki arah tujuan yang jelas. Ingatkan mereka untuk selalu belajar ketika melakukan aktivitas tersebut.
5. Ajak dan bimbing siswa untuk berdoa, meminta petunjuk agar diberi kemudahan dalam menentukan pilihan. Salah satu caranya dengan melaksanakan salat istikharah, yaitu salat dua rakaat yang dilakukan untuk meminta petunjuk yang baik kepada Allah SWT (Fiqih, Drs. M. Yusuf).
Selain itu, komunikasi dengan orang tua siswa pun harus dibina dengan baik. Jembatani antara keinginan orang tua siswa terhadap masa depan anak-anaknya dan apa yang diinginkan oleh anak tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari adanya salah satu pihak yang merasa terbebani.**
Siswa kurang motivasi, usaha apa yang dilakukan untuk memotivasi belajarnya?
Biasanya penyebab siswa kurang memiliki motivasi belajar itu apa yach???
Truz, usaha apa yang harus dilakukan oleh baik siswa tersebut sebagai pelaku maupun guru sebagai tenaga pendidik???
• 6 bulan lalu
Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak
Penyebabnya itu sangat bervariasi:
1. Menanggap pelajaran tsb tidak perlu
2. Penggaruh dari sifat staff penggajar tsb
3. Kepenatan atas gaya / sistem belajar yg diterapkan
4. Fasilitas / prasarana pembelajaran
5. Suhu ruangan / Cuaca (hal ini kurang logis namun menurut saya tidak karena apabila udaranya sejuk / dingin siswa menjadi mengantuk)
Dalam permasalahan secara umum, kunci untuk membangkitkan movitivasi belajar siswa terdapat pada staf penggajar.
Meskipun saya bukan seorang guru tapi saya bisa kasih beberapa tips & alasan bagi para staf pengajar untuk mendorong / membangkitkan motivasi belajar siswa
Berdasarkan sudut pandang psikologis, motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.
• Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
• Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5. Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
8. Menggunakan metode yang bervariasi
9. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
10. Menggunakan gambar dalam proses menerangkan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa jenuh siswa
11. Menggunakan lelucon / bercanda. Sebagai bentuk "refreshing" dan untuk mendapatkan perhatian siswa kembali
Sejarah Pendidikan Di Indonesia Sampai Sekarang
13 January 2009 No Comment
Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan.
Knowledge is power
Kutipan yang terkenal dari Francis Bacon tersebut jelas mengungkapkan pentingnya pendidikan bagi manusia. Sumber pokok kekuatan manusia adalah pengetahuan. Mengapa? Karena manusia dengan pengetahuannya mampu melakukan olah-cipta sehingga ia mampu bertahan dalam masa yang terus maju dan berkembang.
Dan proses olah-cipta tersebut terlaksana berkat adanya sebuah aktivitas yang dinamakan PENDIDIKAN. Pendidikan menurut KBBI berarti sebuah kegiatan perbaikan tata-laku dan pendewasaan manusia melalui pengetahuan. Bila kita lihat jauh ke belakang, pendidikan yang kita kenal sekarang ini sebenarnya merupakan ”adopsi” dari berbagai model pendidikan di masa lalu.
Informasi mengenai bagaimana model pendidikan di masa prasejarah masih belum dapat terekonstruksi dengan sempurna. Namun bisa diasumsikan ”media pembelajaran” yang ada pada masa itu berkaitan dengan konteks sosial yang sederhana. Terutama berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan di kelompok sosialnya.
Pendidikan Masa Hindu-Buddha
Sistem pendidikan pada masa lalu baru dapat terekam dengan baik pada masa Hindu-Buddha. Menurut Agus Aris Munandar dalam tesisnya yang berjudul Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15(1990). Sistem pendidikan Hindu-Buddha dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi petapa dan untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan dan mandala.
Patapan memiliki arti tempat bertapa, tempat dimana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita-citakan. Ciri khasnya adalah tidak diperlukannya sebuah bangunan, seperti rumah atau pondokan. Bentuk patapan dapat sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun pada bangunan yang bersifat artificial. Hal ini dikarenakan jumlah Resi/Rsi yang bertapa lebih sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu, orang yang bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus dari sang guru, dengan demikian bentuk patapan biasanya hanya cukup digunakan oleh seorang saja.
Istilah kedua adalah mandala, atau disebut juga kedewaguruan. Berbeda dengan patapan, mandala merupakan tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan mungkin juga pengikutnya. Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama dan nagara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewaguru.
Berdasarkan keterangan yang terdapat pada kropak 632 yang menyebutkan bahwa ” masih berharga nilai kulit musang di tempat sampah daripada rajaputra (penguasa nagara) yang tidak mampu mempertahankan kabuyutan atau mandala hingga jatuh ke tangan orang lain” (Atja & Saleh Danasasmita, 1981: 29, 39, Ekadjati, 1995: 67), dapat diketahui bahwa nagara atau ibu kota atau juga pusat pemerintahan, biasanya dikelilingi oleh mandala. Dalam hal ini, antara mandala dan nagara tentunya mempunyai sifat saling ketergantungan. Nagara memerlukan mandala untuk dukungan yang bersifat moral dan spiritual, mandala dianggap sebagai pusat kesaktian, dan pusat kekuatan gaib.
Dengan demikian masyarakat yang tinggal di mandala mengemban tugas untuk melakukan tapa. Kemakmuran suatu negara, keamanan masyarakat serta kejayaan raja sangat tergantung dengan sikap raja terhadap kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, nagara perlu memberi perlindungan dan keamanan, serta sebagai pemasok keperluan yang bersifat materiil (fasilitas dan makanan), agar para pendeta/wiku dan murid dapat dengan tenang mendekatkan diri dengan dewata.
Pendidikan Masa Islam
Sistem pendidikan yang ada pada masa Hindu-Buddha kemudian berlanjut pada masa Islam. Bisa dikatakan sistem pendidikan pada masa Islam merupakan bentuk akulturasi antara sistem pendidikan patapan Hindu-Buddha dengan sistem pendidikan Islam yang telah mengenal istilah uzlah (menyendiri). Akulturasi tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti kaum agamawan Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman (Schrieke, 1957: 237; Pigeaud, 1962, IV: 484—5; Munandar 1990: 310—311). Pada masa Islam sistem pendidikan itu disebut dengan pesantren atau disebut juga pondok pesantren. Berasal dari kata funduq (funduq=Arab atau pandokheyon=Yunani yang berarti tempat menginap).
Bentuk lainnya adalah, tentang pemilihan lokasi pesantren yang jauh dari keramaian dunia, keberadaannya jauh dari permukiman penduduk, jauh dari ibu kota kerajaan maupun kota-kota besar. Beberapa pesantren dibangun di atas bukit atau lereng gunung Muria, Jawa Tengah. Pesantern Giri yang terletak di atas sebuah bukit yang bernama Giri, dekat Gersik Jawa Timur (Tjandrasasmita, 1984—187). Pemilihan lokasi tersebut telah mencontoh ”gunung keramat” sebagai tempat didirikannya karsyan dan mandala yang telah ada pada masa sebelumnya (De Graaf & Pigeaud, 1985: 187).
Seperti halnya mandala, pada masa Islam istilah tersebut lebih dikenal dengan sebutan ”depok”, istilah tersebut menjadi nama sebuah kawasan yang khas di kota-kota Islam, seperti Yogyakarta, Cirebon dan Banten. Istilah depok itu sendiri berasal dari kata padepokan yang berasal dari kata patapan yang merujuk pada arti yang sama, yaitu “tempat pendidikan. Dengan demikian padepokan atau pesantren adalah sebuah sistem pendidikan yang merupakan kelanjutan sistem pendidikan sebelumnya.
Pendidikan Masa Kolonial
Pada masa ini, wajah pendidikan Indonesia lebih terlihat sebagai sosok yang memperjuangkan hak pendidikan. Hal ini dikarenakan pada saat itu, sistem pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial adalah sistem pendidikan yang bersifat diskriminatif. Artinya hanya orang Belanda dan keturunannya saja yang boleh bersekolah, adapun pribumi yang dapat bersekolah merupakan pribumi yang berasal dari golongan priyayi. Adapun prakteknya sistem pendidikan pada masa kolonial lebih mengadopsi pendidikan ala Eropa.
Namun kemudian mulai timbul kesadaran dalam perjuangan untuk menyediakan pendidikan untuk semua kalangan, termasuk pribumi. Maka hadirlah berbagai institusi pendidikan yang lebih memihak rakyat, seperti misalnya Taman Siswa dan Muhammadiyah.
Pada masa ini sistem Eropa dan tradisional (pesantren) sama-sama berkembang. Bahkan bisa dikatakan, sistem ini mengadopsi sistem pendidikan seperti yang kita kenal sekarang: Mengandalkan sistem pendidikan pada institusi formal macam sekolah dan pesantren.
Pendidikan: Berawal dari Keluarga
Pendidikan abad 21 diwarnai dengan pengaruh globalisasi. Berbagai sistem pendidikan berlomba-lomba diadopsi, dikembangkan dan disesuaikan. Institusi-institusi pendidikan mulai menjamur. Namun muncul kritik dari beberapa orang seperti Ivan Illich, yang menganggap sistem pendidikan hanya berorientasi untuk menghasilkan tenaga kerja untuk kepentingan industri semata. Pendidikan kehilangan maknanya sebagai sarana pembelajaran.
Kemudian muncul sebuah ide Home Schooling, yaitu pendidikan yang tidak mengandalkan institusi formal, tapi tetap bisa dilakukan di rumah sesuai kurikulum. Home Schooling adalah pola pendidikan yang dilatarbelakangi adanya ketidakpercayaan terhadap fenomena negatif yang umum terdapat pada institusi formal: adanya bullying, serta metode yang didaktis dan seragam.
Namun bukan berarti institusi pendidikan formal tidak menyesuaikan diri. Kini, timbul kesadaran bahwa prestasi bukanlah angka-angka yang didapat di ujian, atau merah-birunya rapor. Melainkan adanya kesadaran akan pentingnya sebuah kurikulum berdasarkan kompetensi.
Dari rangkaian sejarah pendidikan yang panjang ini ada satu esensi yang bisa kita ambil yaitu seperti apapun bentuknya, keberhasilan pendidikan pada dasarnya tidak hanya tanggung jawab dari pengelola pendidikan saja tetapi juga menuntut peranan dari orangtua yang tidak kalah pentingnya. Sejarah akan terus berulang: Pendidikan berawal dari keluarga. (Bayu Galih/Rusyanti/Rian Timadar/Khairun Nisa, Mei 200 . dikutip dari phadli23.multiply.com
Tags: indonesia, pendidikan, sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar